Kamis, Februari 18

Tom Loewy: Suatu kesaksian atas imannya


Tom Loewy: Suatu kesaksian atas imannya

Oleh TOM LOEWY
The Register-Mail
17 Feb 2010

Dia sedang duduk di halte bus di perempatan jalan Main dan South Kellogg.

Dengan tangan di dalam saku, wajah tertutup terhadap angin pukul 4:30 sore yang berhembus dingin melewati ngarai buatan manusia antara tepi sungai dan Orpheum Theatre, Hannah Eft tampak seperti Little Red Riding Hood mengenakan mantel panjang berwarna merah, akhirnya terbebas dari serigala dan menantikan perjalanan bus yang hangat.

“Saya harus mengambil mobil saya di Bolin,” gadis 23 tahun bermata cokelat itu menjelaskan. “Saya mengganti beberapa sabuk Hyunday Elantra saya.”

Eft menatap ke jalan dan semakin membenamkan tangannya ke kedalaman dari kantung mantelnya.

“Semoga bus cepat tiba. Saya harus mengambil mobil saya sebelum jam 5.”

Eft berhasil mengambil mobilnya dan menceritakan sisa dari kisahnya sementara duduk di sebuah kursi di dalam Maid-Rite yang hangat di Grand Avenue. Dia memesan sepotong pai lemon garing dan segelas Cherry Coke.

“Saya baru pindah ke Galesburg, untuk mengambil pekerjaan sebagai seorang asisten apoteker,” dia berkata sambil mengunyah. “Saya dahulu tinggal di Canton. Namun pindah ke sini tidak menjadi masalah. Ini adalah kepindahan yang ke 23 kali. Tidak seluruhnya kepindahan saya selalu ke kota lain, namun saya sudah lumayan sering berpindah-pindah.”

Eft menaruh garpunya dan meneguk Cherry Coke.

“Hari ini saya libur dan biasanya saya akan berkeliling dari rumah ke rumah. Saya seorang Saksi Yehuwa, jadi saya mengunjungi rumah-rumah untuk memberitahu orang-orang tentang kepercayaan saya.”

Eft memotong lemon garing dan berhenti. Dia meletakkan garpunya.

“Saya menjadi seorang Saksi seumur hidup, namun saya baru dibaptis pada usia 13. Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa seseorang harus mampu membuat keputusan sendiri dan dibaptis ketika siap untuk menerima agama itu secara pribadi. Sewaktu berusia 13, saya tahu bahwa agama saya bersumber dari Alkitab dan itulah yang saya ingin lakukan dalam hidup.”

Gadis bermata cokelat itu mulai menggigit sepotong dan berhenti.

“Itu jelas suatu perkara serius bagi saya. Itu adalah keputusan yang tidak saya ambil secara main-main.”

Potongan pai lemon itu menunggu. Eft tersenyum.

“Ini benar-benar enak, Tapi masih banyak yang perlu saya katakan.

“Kami percaya bahwa Yehuwa adalah nama sebenarnya dari Allah – dari Mazmur 83:18. Kebanyakan Alkitab telah menghilangkan nama itu sekarang. Namun kami percaya bahwa Yehuwa akan menghakimi bumi dan semua yang tinggal di dalamnya. Dia akan memusnahkan orang jahat dan kami ingin semua orang selamat. Tak ada yang tahu kapan penghakiman itu akan datang.”

Eft kembali tersenyum.

“Kebanyakan orang mengira kami bersifat menghakimi karena kepercayaan kami. Kami tidak menghakimi siapa pun. Allah yang melakukannya. Dan Allah yang saya sembah adalah Allah yang sangat baik, lembut dan pengasih. Dia mengutuk orang-orang jahat karena itulah yang Alkitab katakan. Dan Alkitab adalah firman Allah.”

Eft memegang garpunya dan mengambil sepotong. Dia mengunyahnya perlahan.

“Ibu saya menjadi seorang Saksi Yehuwa setelah seseorang datang ke rumah. Ayah dan Ibu saya tidak bersama. Ibu saya menikahi ayah tiri saya ketika saya berusia 6 tahun.

“Saya tahu ayah saya berbicara dengan ayah tiri saya, namun saya tidak mengenal dia. Jadi, ya, saya harus mengatasi seluruh isu pengabaian itu, Benar-benar janggal mencoba mengenal seseorang yang seharusnya kita kenal – seseorang yang seharusnya selalu ada namun tidak ada.”

Seteguk Cherry Coke mengikuti. Eft bergeser duduk.

“Apakah isu diabaikannya saya yang membawa saya pada agama saya? Itu pertanyaan yang sangat bagus. Apakah saya beriman karena saya tidak punya seorang ayah?

“Well, saya tahu Allah tidak pernah mengabaikan saya. Allah saya adalah pribadi nyata. Dia memperhatikan saya. Dia menghibur saya.”

Eft terdiam. Dia menghabiskan potongan itu, hingga tersisah remah-remah.

“Menjadi seorang Saksi Yehuwa membuat saya berbeda dari kebanyakan orang dalam beberapa hal. Saya masih perawan. Saya tidak melakukan banyak hal yang dilakukan oleh orang-orang seusia saya. Ada saatnya saya merasa benar-benar terasing dan kesepian.

“Namun saya menjalani hidup yang serius. Saya tidak pernah berhenti memeriksa iman saya. Saya memilih iman saya. Saya memilih untuk tetap perawan. Malam ini sewaktu sampai di rumah, saya akan membaca tentang Allah berbicara dengan Adam dan berbicara dengan Abraham. Ada bagian yang mengatakan bahwa orang-orang Israel merasa takut ketika mendengar suara Allah.”

Eft menatap piringnya.

“Saya bertanya-tanya apakah mereka merasa takut karena mereka meragukan iman mereka. Saya ingin mengetahuinya.”

Tom Loewy adalah seorang reporter / kolumnis untuk The Register-Mail.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar